Makam Buyut AKRIM kuwu pertama desa Lebakherang (1825-1860)
JAMAN HINDU
Peradaban manusia di Lebakherang telah ada sejak lama hal ini dibuktikan dengan adanya patilasan ( peningalan sejarah ) berupa makam yang dipercaya sebagai makam Ratu Bungsu. dalam cerita sunda Ratu Bungsu cenderung mengarah pada tokoh cerita pantun “ Lutung Kasarung “ dimana dalam lakon itu deiceritakan bahwa seorang putra Mahkota pajajaran berkelana mencari Jodoh dengan seorang wanita yang berwajah mirip ibunya, iapun pergi meninggalkan kerajaan dan menyamar menjadi orang biasa, dan sampailah ia di kerajaan pasir luhur, dimana Rajanya mempunyai seorang putri kerajaan yang cantik jelita, Konon bernama Purba sari. Dari kisah itu dapat disimpulkan bahwa kepercayaan masyarakat Lebakherang akan petilasan Ratu Bungsu yang terletak di puncak Gunung Rabuk itu, dapat diperkirakan setara dengan masa kerajaan Pajajaran atau Galuh berkuasa di tanah Sunda, dan itu dapat diperkirakan terjadi pada tahun 1297-1579.
Dari bukti sejarah patilasan Ratu bungsu, sebelum mengalami renopasai masyarakat yang sering berjiarah menemukan adanya peninggalan berupa perkakas yang terbuat dari batu.
Belum bias dipastikan apakah pada masa itu sudah ada peradaban di Desa Lebakherang atau kehidupan manusia pada waktu itu, tapi setidaknya dengan adanya bukti sejarah tersebut minimal dapat diketahui bahwa pada waktu itu sudah ada tanda tanda bahwa pada jaman itu wilayah lebakherang sudah mulai dikenal oleh manusia walaupun tidak menetap atau berbudaya, layaknya kelompok masayarakat yang berdiam.
Jika kita hubungkan patilasan ratu bungsu dengan sejarah sunda dapat diperkirakan terjadi pada masa jayanya kerajaan Pajajaran yang berkuasa mulai tahun 1297-1579 M atau pada masa pemerintahan Demunawan di Saunggalah ( Kuningan sekarang ), atau pada masa sang Aria Kuku yang mempunyai ajian dangiang Kuning raja kecil di wilayah Kuningan Dulu. Tapi itupun belumlah kuat karena belum ada penelitian dan sumber sumber sejarahpun tidak pernah menyebut nama tempat lebakherang .
JAMAN KEISLAMAN
Berbicara tentang sejarah Lebakherang yang perannanya tidak begitu berarti pada masa lalunya, sangatlah sulit untuk ditelusuri kisahnya. para tetua atau pinisepuhpun bingung menceritakan hal ikhwal adanya pemukiman Desa kita ini. Tetapi masih beruntung para leluhur kita itu mewariskan kepada kita tentang perjalanan hidupnya walaupun hanya berupa makam atau nama yang dikenal orang sejak dulu.
Dua buah makam yang diyakini sebagai makam leluhur di Lebakherang memberikan setidaknya gambaran perjalanan leluhur kita pada waktu itu. Dua buah makam yang diyakini sebagai makam “ Eyang Dalem Samiulin “ dan “ Eyang Dalem H. Akrimudin “ setidaknya menjelaskan kepada kita bahwa leluhur kita itu hidup pada masa itu. dan dari namanya jelas menunjukan bahwa Beliau itu hidup dan menetap di Lebakherang ini pada masa perkembangan Agama Islam di nusantara.
“ Eyang Dalem H Akrimudin dan Samiulin “ Dari bahasanya nama ini menunjukan atau menceritakan sesuatu yang perlu kita kaji dan kita telaah, selama ini wacana yang berkembang di masyarakat Eyang Dalem itu dipercaya sebagai karuhun yang melindungi kampung dari marabahaya. Seandainya kita kaji lebih jauh.
Kata.“ Eyang “ dalam bahsa sunda Mengartikan seseorang yang Usianya lebih Tua aki atau buyut, atau orang tua berilmu yang disegani dan dihormati.
Kata “ Dalem “ berarti juga orang terhormat pada waktu itu (Dalem) sama dengan Gelar kehormatan bagi keluarga Keraton / kerajaan jawa, setidaknya adalah abdi kerajaan.
Sedangkan kata atau nama “ Akrimudin “ atau “Samiulin “ menunjukan bahwa orang tersebut beragama Islam sebab dari ejaan namanya menunjukan adanya unsur serapan bahasa Arab dalam nama itu, yaitu "DIN" yang artinya Agana.
Tapi kapan dan siapakah kedua tokoh ini sebenarnya hidup? Tidak ada yang tahu pasti, tetapi dari bukti peninggalan sejarah berupa makam dan nama yang begitu melegenda dapat di perkirakan kedua tokoh ini hadir di Lebakherang pada masa penyebaran Islam di tanah jawa bisa diperkirakan kedatangan Eyang Akrimudin dan Samiulin ini berkaitan dengan Penyerangan Tentara kerajaan Mataram Islam ke Batavia pada masa Pemerintahan Sultan Agung tahun 1615-1645 ( Sundakala Karya Ayat Rohaedi ). Tetapi penyerangan tentara mataram ini mengalami kegagalan karena kokohnya benteng pertahanan Belanda di Batavia, akibat dari kekalahan ini sultan Agung murka dan menghukum para prajuritnya yang kembali ke mataram, karena takut akan hukuman Sultan Agung banyak para prajurit kerajaan mataram yang kemudian menetap dan tinggal di daerah sunda khususnya Cirebon Indramayu. Bukan tidak mungkin untuk menghindari hukuman Sultan Mataram dan kejaran Musuh yaitu Belanda para prajurit ini mengungsi ke daerah pedalaman / hutan dan mendirikan perkampungan, dan salah satunya yaitu Eyang Dalem Akrimudin dan Samiulin yang Tinggal di wilayah Pegunungan Rabuk yang kemudian berkembang menjadi Desa Lebakherang.
Alternatip lainpun muncul Eyang Akrimudin Dan Samiulin datang ke Lebakherang dalam misi penyebaran Islam atas perintah Sarief Hidayatulah atau Sunan GunungJati dalam rangka mendesak kedudukan Kerajaan Pajajaran Dan Galiuh sebagai penganut ajaran Hindu. Tapi itu terlalu jauh sebab Hancurnya kerajaan Galuh terjadi pada tahun 1579 M sedangkan Keberadaan peradaban di desa Lebakherang tercatat dalam Pemerintahan mulai Adanya Aparat Pemerintahan yaitu Kuwu mulai Tahun 1825 M dengan jumlah penduduk masih relativ sedikit.
Catatan : Cerita Eyang Samiulin Ada kesamaan dengan Tokoh Leluhur di desa Cipakem, bahkan menurut cerita rayat cipakem, dahulu Ketika orang mau lewat kepemakaman Eyang Samiulin dari Jarak 100 m sudah turun dari Kudanya dan membuka topi kemudian membungkuk memberi hormat lalu jalan kaki. di Cipakem Masih ada makam yang diyakini sebagai makam eyang samiulin dan terawat baik
JAMAN PEMERINTAHAN PRA KEMERDEKAAN
Masih adanya keturunan generasi ke tiga dari buyit akrim pejabat pertama pemerintah Desa Lebakherang sedikit memberi terang akan hal ikhwal Desa lebakherang. Buyut Akrim bukanlah penduduk asli Lebakherang melainkan seorang perantau sebahagian orang mengatakan berasal dari daerah Galaherang Maleber sebahagian lagi menyebut berasal dari Luragung.
Dalam perjalannya itu ia berjodoh dengan orang asli Lebakherang namun tidak diketahui dengan pasti siapa namanya. Iapun dipercaya memimpin Desa Lebakherang dan menjadi kepala Desa Lebakherang yang pertama yaitu pada tahun 1825 - 1860. Dari prkawinannya itu ia memiliki empat orang anak diantaranya yaitu :
1. Wakiah, yang dikemudian hari melahirkan keturunan dan berdomisili di Desa Patala diantaranya bernama Suhari dan menjadi kuwu di Desa Patala, kemudian anak keduanya yaitu
2. Embok Uya, Mempunyai anak yaitu :
- Asri ( Enci )
- Wasti
- E. Sami
- E. Harni
- E. Ajem
- E. Supi
- Bapak Uya
3. Embok sampan, Mempunyai anak yaitu :
- Embok Sarmi
- Bapak Dawa
- Bapak Karsam
- mbok Arti
- Bapak Sampan ( Bapak Barang )
- Embok Ijoh
- Ibu Runtah yang migrasi ke Cipakem
Selain menikah dengan istri pertama, Buyut Akrim juga menikah dengan Asrita istri keduanya, tidak disebutkan apakah mempunyai istri kedua itu karena cerai atau ditinggal mati ataukah beristri Dua.
Dari istri kedua yang bernama Asrita itu Buyut akrim mempunyai 7 (tujuh) orang anak yaitu ;
- Ibu Sumarmi yang kemudian menikah dengan Bapak Bekut ( Baskat ) dari Balandongan dan dipercaya menjadi Kepala Desa Lebakherang melanjutkan Bapak jamiran. Sayang dari kedua pasangan ini tidak dikaruniai keturunan.
- Bapak Kasban yang mempunyai anak yaitu :
- Bapak Armat
- Ibu Sutirah
- Ibu Rumsiti
- Ijoh
- Tarmi
- Sukarta
- Erah
- Dayu
Ibu Suparmi, Bapak Karna, Abdul Sukarya, Taryu ( Pindah ke Citundun), Mad Tohir,Sapti ( Ke Cilengkrang dan keturunannya bernama Adang Iskandar pernah menjabat KANDEPAG Kab. Kuningan), Sumardi.
4. Embok Bit yang mempunyai anak Yaitu ;
Sastra Dikarma, Ibu Kimi, Kanta Wirja, Embok Iboh, Sastra Amung, dan Muhyi (yang saat buku ini disusun masih hidup).
5. Hasan Malum yang mempunyai anak yaitu :
Bapak Atma, Ibu Nurwita, Ibu Ruhyat ( Ke Cilimusari ), Rukma, Ibu Katmah, Ibu Enah ( istri mantra Edi ), H.O. Supardi, Bapak Supandi (anggota DPRD Kab.Kuningan dari Partai PPP), Ibu Siti.
6. Embok Suminta yang mempunyai anak yaitu :
Ibu Siti, Jaya Sukatma ( Pa Entah ) Sastra Suwita ( Ke Ciwaru ), Ibu Kimi ( ke Cilayung ), Ibu Isah, Ibu Itik, Bapak Usen.
7. Bapak Paraja yang mempunyai anak yaitu :
Ibu Tarmi ( ke Ciwaru ), Ibu Ebo ( ke Gagambiran ), Ibu Ani, Ibu Rasita, Jatiah dan Ibu Sutri.
Setelah berhenti dari kepala Desa ( Kuwu ) tampuk pimpinan pemerintahan di Desa Lebakherang dilanjutkan oleh Bapak Jamiran ( tahun 1860 - 1893 Lihat table Silsilah ) Bapak Jamiran Merupakan anak Buyut Akrim Dari Istri tuanya. Tahun 1893 Bapak Jamiran pensiun dari Kuwunya dan digantikan oleh Bapak Bekut suaminya Ibu Sumarmi anak Buyut Akrim, berarti Tampuk Pemerintahan Pada Masa Itu dipegang oleh Menantunya Yang menurut Cerita berasal dari Balandongan. Sayang dari kedua pasangan ini yaitu bapak Bekut Dan Ibu Sumarmi tidak dikaruniai keturunan. Kuwu Bekut Memerintah dari Tahun 1893 – 1921 M. setelah Itu Lebakherang menjadi Kampung.
JAMAN MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN
Pada saat Diproklamasikannya Kemerdekaan Negara Republik Indonesia Oleh Soekarno-Hata pemerintahan Di lebakherang berbentuk Rurah atau kampung, dan sebagai kepala kampungnya adalah Rurah Salim Sastraharja.
Namun rupanya Pemerintah Kerajaan Belanda tidak menerima Kemerdekaan Indonesia ini, dengan dibonceng tentara Sekutu NICA masuk ke indonesia sehingga menimbulkan konplik bersenjata antara Belanda dengan Pejuang Indonesia. diantara konplik yang terkenal adalah Perang Surabaya, palagan Ambarawa dan bandung lautan Api. guna mencegah korban yang lebih banyak.
Tanggal 21 Juli 1947, terjadi agresi militer Belanda menyerang ke Cirebon dan Kuningan. Akibatnya, Dewan Pertahanan Karesidenan Cirebon menetapkan Kecamatan Ciwaru Kab. Kuningan sebagai Pusat pemerintahan Darurat Karesidenan Cirebon pada bulan Agustus 1947 sampai dengan 1 Januari 1950. Pada saat hijrah itu, tercatat sebagai residen adalah Hamdani. Tindakan yang sama dilakukan Pemerintah Kabupaten kuningan dengan Menetapkan Kecamatan Ciniru sebagai Pusat Pemerintahan, namun karena terdesak kemudian pindah bergabung ke Ciwaru. sedang Pemerintah Darurat Provinsi jawa Barat bertempat di Subang.
ahirnya kedua belah mengadakan perundingan perdamaian diantaranya adalah Perundingan Linggarjati yang bertempat di Kuningan. hasil perjanjian tersebut Belanda mengakui Indonesia atas Yogyakarta. hal ini menyebaban seluruh kesatuan tentara yang ada di jawa barat harus pindah ke Yogya, maka terjadilah peristiwa long march divisi Siliwangi. sebelum meninggalkan wilayahnya kesatuan-kesatuan Siliwangi melakukan bumi hangus
pada saat Wilayah Jawa Barat ditinggal Kosong tokoh-tokoh pejuang daerah membentuk laskar-laskar perjuangan, di Kuningan pembentukan Laskar Perjuangan dipelopori putra desa Lebakherang bernama Ahmad Bagja (dikenal dengan sebutan bapak AB) dan Tomas Imam Hidayat tokoh perjuangan Kabupaten Kuningan, yang dicetuskan di Desa Puncak Kecamatan Cigugur. ketika terjadi peristiwa pasukan bambu runcing dibawah pimpinan Miss Kembang, yang mengaku mendapat mandat dari panglima Besar Jendral Sudirman, ternyata membuat kekacauan banyak tenara pejuang ditawan. itu pula yang menyebabkan Pemerintah Kresidenan Cirebon kemudian Pindah Ke Citundun nama Ahmad Bagja ikut tercemar, Karena salah satu Pimpinan pasukan bambu runcing mirip dengan nama Ahmad Bagja.
guna memulihkan keamanan Panglima Teriterium Siliwangi Wilayah Cirebon Kolonel Abimanyu mengerahkan Pasukan TNI untuk menumpas pasukan bambu runcing dan terjdi kontak senjada di daerah manengteung cidahu, Konon Miss Kembang Meloloskan Diri dengan cara menyelam sungai dan muncul di daerah Losari Cirebon kemudian kabur.
Dalam perjuangannya seorang laskar pejuang Bernama Udaya tertangkap belanda dan dibawa ke markas Belanda di luragung. tetapi ketika malam tiba Udaya berhasil meloloskan Diri melalui bantaran sungai sanggarung dengan tangan terikat ahirnya sampe ke Markas Gerilya ( beliau kemudian tinggal di cirebon dengan Pangkat terahir Mayor). juga tertembak mati seorang Pemuda bernama Djumad anak bapak Sastradikarma, sebagai pejuang ia berupaya menyelamatkan dokumen perjuangan namun gerak-geriknya kepergok patroli belanda hingga di sebuah petak sawah ia dieksekui berondongan senapan.
sebagai desa yang aman pada masa pengungsian pemerintah darurat itu lebakherang dijadikan basis laskar perjuangan terutama batalyon kesehatan, dan markas komandonya berada di Gagayunan
MASA KEMERDEKAAN
Masa perubahan Lebakherang menjadi kampung terjadi pada tahun 1921 M dan sebagai Kepala Kampungnya atau Biasa Disebut Rurah, adalah Rurah Sepuh atau Rurah Salim Sastrahardja yang memerintah pada tahun 1921 – 1960 M atau sekitar 39 Tahun menggantikan Kuwu Bekut. Salim Sastraharja merupakan menantu dari bapak Hasan Malum sedangkan hasan malum adalah Anak dari Buyut Akrim dari istri kedua. dengan demikian Tampuk pemerintahan masih berlanjut diteruskan oleh menantu.
Tahun 1960 M Rurah Salim Berhenti dari tampuk kekuasaan dan digantikan oleh Bapak Rurah Atma yang memerintah dari tahun 1960 – 1967 M atau selama 7 tahun, Rurah atma Merupakan Cucu Buyut Akrim dari anaknya yang bernama Hasan Malum, dengan demikian sudah dua orang generasi dari keturunan Hasan Malum yang meneruskan Tampuk Pemerintahan yaitu Bapak Salim Menantu dan Bapak Rurah Atma anak.
Tahun 1967 Rurah Atma Berhenti Memerintah dan Digantikan oleh Bapak Aman. Rurah Aman adalah Buyutnya Pak Akrim, untuk lebih jelasnya mari kita telusuri dari awal : Buyut Akrim Menikah dua kali dari istri keduanya dikaruniai keturunan sebanyak tujuh orang, diantaranya yaitu Embok Bit, embok Bit mempunyai anak diantaranya SastraDikarma ( Jurutulis jaman Pemeritahan Kuwu Bekut ), Sastradikarma mempunyai anak Bernama Aman. Rurah Aman memerintah selama 15 tahun yaitu dari tahun 1967 – 1982 M.
Tahun 1982 Desa sumberjaya memisahkan Lebakherang menjadi Desa Mandiri. dalam istilah Pemerintahan Dipekarkan dan sebagai kuwunya Terpilih Rurah Aman “ ANWAR HIDAYAT “ yang memerintah selama 11 tahun yaitu dari tahun 1982 – 1993 M.
Desa Lebakherang sekarang
Tahun 1993 setelah berhentinya Anwar hidayat dari Kepala Desa Terjadi kekosongan kepala pemerintahan selama ± 5 Tahun yaitu dari tahun 1993 hingga tahun 1998, untuk mengisi kekosongan itu maka dijabat oleh Bapak T. Atang Rustandi.
Tahun 1998 diadakan Pemilihan Kepala Desa dan terpilih Bapak Djaswa AS sebagai kepala Desa Lebakherang, bapak Djaswa ini merupakan anak Bapak Dawa anaknya Embok Sampan Keturunan Bapak Akrim Dari Istri Pertama. Kuwu Djaswa Memerintah Selama 8 tahun dari tahun 1998 – tahun 2006.
Pada tahun 2006 terjadi lagi masa transisi kekosongan Kepala pemerintahan, dan untuk mengisinya diangkat Rurah babakan Yaitu Bapak Dede AS Menjabat Kekosongan Kepala Desa, dan pada tahun Berikutnya Kuwu Dede AS Mencalonkan Menjadi Kepala desa Lebakherang Dan Terpilih menjaidi Kepala Desa hingga Kini.untuk masa bakti 2007 s/d 2013.
Pak Dede adalah warga pendatang, beliau berasal dari Kabupaten ciamis namun beristri orang Lebakherang yaitu dari keturunan Bapak Barang, keturunan Buyut Akrim dari Istri Pertama anak ke tiga.
Tahun 1998 diadakan Pemilihan Kepala Desa dan terpilih Bapak Djaswa AS sebagai kepala Desa Lebakherang, bapak Djaswa ini merupakan anak Bapak Dawa anaknya Embok Sampan Keturunan Bapak Akrim Dari Istri Pertama. Kuwu Djaswa Memerintah Selama 8 tahun dari tahun 1998 – tahun 2006.
Pada tahun 2006 terjadi lagi masa transisi kekosongan Kepala pemerintahan, dan untuk mengisinya diangkat Rurah babakan Yaitu Bapak Dede AS Menjabat Kekosongan Kepala Desa, dan pada tahun Berikutnya Kuwu Dede AS Mencalonkan Menjadi Kepala desa Lebakherang Dan Terpilih menjaidi Kepala Desa hingga Kini.untuk masa bakti 2007 s/d 2013.
Pak Dede adalah warga pendatang, beliau berasal dari Kabupaten ciamis namun beristri orang Lebakherang yaitu dari keturunan Bapak Barang, keturunan Buyut Akrim dari Istri Pertama anak ke tiga.
Makam Bapak AKRIM diapit dua istrinya setelah direnopasi
PERJALANAN PEMERINTAHAN DESA LEBAKHERANG DARI MASA KE MASA
Selama berdirinya Desa Lebakherang sudah beberapa kali Kepala desa, atau dahulu Kuwu yang menjabat. Adapun nama-nama Kepala Desa Tersebut adalah sebagai berikut :
No
|
Nama Kepala Desa (Kuwu)
|
Masa Jabatan
|
Keterangan
|
1
|
AKRIM
|
1825-1860
|
Kuwu
|
2
|
JAMIRAN
|
1866-1893
|
Kuwu
|
3
|
BASKAT /
BEKUT
|
1893-1921
|
Kuwu
|
4
|
SALIM
SASTRAHARJA
|
1921-1960
|
Jadi Dusun
|
5
|
ATMA
|
1960-1967
|
Rurah
|
6
|
ANWAR
HIDAYAT
|
1967-1982
|
Rurah
|
7
|
ANWAR
HIDAYAT
|
1982-1993
|
Kuwu
|
8
|
T. ATANG
RUSTANDI
|
1993-1998
|
Penjabat
|
9
|
DJASWA AS
|
1998-2006
|
Kuwu
|
10
|
DEDE AS
|
2006-2007
|
Menjabat
|
11
|
DEDE AS
|
2007-Sekarang
|
Kuwu
|
Adapun kejadian-kejadian penting yang berpengaruh dalam sejarah dan perkembangan Desa Lebakherang adalah sebagai berikut :
Tahun Kejadian
|
Peristiwa
Baik
|
Kejadian
Buruk
|
1825 - 1921
|
Berkisar
pada masa penjajahan belanda dengan VOCnya. Dan pemerintahan masih menganut
system Monarki Absolut dan Lebakherang bisa jadi termasuk dalam kekuasaan
kesultanan Cirebon dan Adipati Kuningan. tidak ada yang tau persis peristiwa
sekitar tahun tersebut
dan pada tahun 1921 desa Lebakherang Melebur bersama
3 Desa lainnya dalam satu pemerintahan Desa yaitu Desa Sumberjaya, dengan
demikian Lebakherang berstatus hukum Dusun
|
|
1921 - 1960
|
Masa
Pemerintahan Salim sastraharja Berkisar pada peristiwa Revolusi seiring
dengan pergerakan Nasional Oleh tokoh-tokoh Bangsa serta Pernyataan
Proklamasi kemerdekaan,
|
Terjadinya
berbagai konplik pertikaian / pemberontakan berskala nasional diantaranya
pemberontakan DI/TII kartosuwiryo dimana di Lebakherang jatuh korban
penganiayaan Masyarakat Desa Lebakherang melaksnakan Pagar betis untuk
menumpas GerakanDI/TII.
|
1960 -1967
|
Masa
kepemimpinan Rurah Atma, seiring terjadinya pergolakan Dalam
Pemerintahan Negara RI pemberontakan G30 S/PKI, dan DI/TII,
|
|
1967- 1996
|
Masa
Kepemimpinan Rurah Anwar Hidayat hingga kembali menjadi Kuwu adalah masa
sejarah kembalinya Pemerintahan Lebakherang pada masa itu mulainya dirintis
pembangunan Sarana prasarana baik kesehatan Pendidikan Sarana Transportasi
dengan pemberdayaan masyarakat
|
|
2007 - sekarang
|
Terjadinya
repormasi dalam tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara,yang diikuti dengan
kebijakan pemerintah desa dengan kegiatan penyelenggaraan pemerintahan yang
transparansi. Dan di lebakherang dilalui dengan pembangunan untuk melengkapi
dan perbaikan inprastruktur yang ada
|
PENUTUP
Demikian rintisan sejarah kampong kita tanah kelahiran kita yang selama ini kita rindukan, mudah-mudahan bermanpaat bagi kita untuk mengenal lebih jauh siapa diri kita sebenarnya.
Selanjutnya penulis mohon maaf apabila dalam penulisan riwayat ini banyak kekurangan baik itu menyankut nama tokoh ataupun kejadian yang tidak tepat.
Selanjutnya kami mohon partisipasi dari berbagai pihak untuk memperbaiki tulisan ini agar dikemudian hari menjadi sejarah yang betul betul palied.
Hormat kami
Penulis