Contoh Jenis Proposal ~ Pengembangan Layanan IT
WELCOME ►►Selamat datang di blog saya. Semoga mendapatkan informasi terbaik sesuai kebutuhan Anda. Salam...admin!!!

Friday, November 17, 2017

Contoh Jenis Proposal



 
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
       Pendidikan adalah salah satu faktor terpenting dalam dalam kehidupan seseoang, karna dengan pendidikan seseorng bisa mengembangkan potensi yang ada pada dirinya baik itu kecerdasan, keaktifan, kemandirian dan keterampilan yang diperlukan untuk dirinya, masyarakat dan Negara. serta membentuk pribadi yang berakhlak mulia dan bertanggung jawab.
       Dalam penyelenggaraan pendidikan tidak hanya sebatas pendidikan formal saja, akan tetapi ada pula pendidikan yang sama pentingnya yaitu pendidikan informal dan nonformal. Hal ini tercantm juga dalam Undang-Undang sisdiknas pasal I ayat 10 yang menyatakan bahwa:
Satuan pendidikan adalah kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan pada jalaur formal, nonformal dan informnal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan.
Dalam kutipan undang-undang di atas, di jelaskan bahwa untuk mencapai tujuan pendidikan yaitu untuk mengembangkan potnsi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, cakap, kereatif, berilmu, mandiri dan menjadi warga yang demokratis serta baertanggung jawab, bukan hanya melalui pendidikan formal saja, akan tetapi pemerintah membagi jenis satuan pendidikan yang mana satuan pendidikan ini mempunyai tujuan yang sama yaitu untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
         Pondok pesantren merupakan salah satu lembaga nonformal yang mengiringi dakwah islamiyah dan lembaga yang penting dalam melakukan pembinaan umat islam, lembaga ini berdiri sejak agama Islam tersebar di Indonesia, sebagai lembaga pendidikan pondok pesantren pondok pesantren telah eksis ditengah  selama enam abad (mulai abad ke-15 hingga sekarang)¬. Menurut M. arifin mengatakan pondok pesantren adalah suatu lembaga islam yang tumbuh dan diakui masyarakat sekitar, dengan sistem asrama (komplek) dimana santri-santri menerima penddikan agama melalui sistem pengajian atau madrasah yang sepenuhnya brada dibawah kebijaksanaan pengasuh atau peminmpin seorang atau beberapa orang kiai dengan ciri-ciri khas yang bersifat karismatik serta independen dalam segala hal. (M. Arifin, 1991: 240).
      Adapun menurut mastuhu menjelaskan bahwa, pesantren merupakan pendidikan islam tradisional untuk mempelajarai, memahami, menghayati, dan mengamalkan ajaran agama islam dengan mendahulukan moral keagamaan sabagai pedoman dalam prilaku sehari-hari.
Sementara A. Rasydianah mendefinisikan bahwa, pesantren adalah lembaga pendidikan Islam yang diselenggarakan oleh masyarakat dibawah pimpinan seorang kiai melalui jalur pendidikan non formal berupa pembelajaran kitab kuning. Selain itu, banyak juga yang menyelenggarakan pendidikan keterampilan serta pendidikan formal, baik madrasah maupun sekolah umum.
       Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pondok pesantren sebagai suatu tempat  pendidikan dan pengajaran yang menekankan pelajaran agama islam dan didukung pula oleh asrama sebagai tempat tinggal santri yang bersifat permanen atau tidak musiman, maka dari sinilah bahwa pesantren kilat atau pesantren ramadhan yang selalu diadakan di sekolah setiap bulan ramadhan tidak teramasuk dalam pengertia ini karna pesantren kilat itu hanya bersifat musiman saja dan sifatnya tidak permanen.(Mujamil Qomar, 2002: 2).
Pesantren berkembang dari kalangan masyarakat bawah yang terdiri dari kiai, santri dan masyarakat itu sendiri. Pesantren merupakn lembaga pendidikan islam yang mempunyai kebijakan sendiri dan tidak bisa di intervensi oleh pihak-pihak luar kecuali atas izin kiai, kiailah yang mewarnai semua bentuk kegiatan pesantren sehingga menimbulkan variasi yang beragam, akan tetapi kebaragaman ini pula biasa diakibatkan oleh kondisi sosio kultural masyarakat yang berada di sekeliling pondok pesantren. (mujamil qomar, 2002: 3-4).

Di pondok pesantren inilah santri dididik dan di gembleng dalam bidang agama islam, selama 24 jam selalu terkontrol dan terawasi, sehingga mereka terdidik dan mempunyai kepribadian mandiri para santri juga dididik disiplin serta dibiasakan taat dan patuh terhadap tata tertib yang telah dibuat, dalam Al-Quraan dijelaskan mengenai perinsip disiplin yaitu dalam Quraan surat An-nisa ayat 59:
 "Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.(Daparteman Agama,2007:87)".

Dari ayat ini bisa ditarik kesimpulan bahwa  kedisplinan itu sangatlah utama dan mempunyai kebaikan, ayat ini juga menerangkan bahwa orang-orang yang beriman harus taat pada Allah dan Rasul-NYA serta ulil amri di antara mereka, di lingkungan pondok pesantren yang menjadi ulil amri adalah kiai atau pengasuh pondok pesantren.
Cece wijaya dan A tabrani menyatakan bahwa: Disiplin adalah sesuatu yang terletak di dalam hati dan di dalam jiwa seseorang yang memberikan dorongan bagi orang yang bersangkutan untuk melakukan sesuatu sebagaimana yang telah ditentukan oleh norma dan aturan yang berlaku. (cece wijaya, A tabrani rusyan, 1992: 18)
Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa kedisiplinan di pondok pesantren mempunyai beberapa indicator, yaitu:
  1. Tingkat ketaatan santri terhadap peraturan di dalam pesantren.
  2. Tingkat kepatuhan santri terhadap peraturan di dalam pesantren
  3. Tingkat kesetiaan santri terhadap pondok pesantren
  4. Tingkat keteraturan santri dalam berprilaku sebagai santri
  5. Tingkat ketertiban santri dalam memenuhi tugasnya sebagai santri
  6. Tingkat komitment santri terhadap segala konsekwen sebagai santri
  7. Tingkat konsistensi santri dalam berprilaku yang selaras dengan peraturan.
Dari indikator kedisiplinan pada anak memerlukan proses dan waktu yang tidak sebentar, ketika seorang santri melanggar tata tertib yang telah berlaku, maka ada konsekwen yang harus diterima oleh dirinya baik itu sebatas teguran atau pun berupa sangsi atau hkuman yang bisa membuat jera, supaya memahami arti ketaatan dan anak berjanji pada didirnya sendiri tidak akan mengulangi kesalahannya lagi. Karna anak dikatakan telah dapat memahami arti  ketaatan apabila tanpa hukuman ia sudah dapat bertingkah laku dan memilih perbuatan yang diharapkan padanya. (amir rohmad, 2012: 15-16).

Maka dalam hal ini ketika santri tidak mentaati peraturan maka ada sangsi atau hukuman yang berlaku, dan ini juga telah di contohkan oleh Rasulullah Saw, dalam hal anak tidak mentaati perintah Allah yaitu tidak mau shalat, Nabi Muhammad Saw bersabda:
 “perintahkanlah anak anakmu untuk menunaikan shalat, apabila ia sudah berumur tujuh tahun dan apabila ia berumur sepuluh tahun hendaklah dipukul kalau tidak shalat” HR. Abu Daud. (Muhammad muhyidin abdul hamid, juz 1: 133).

Dari hadits di atas secara jelas memerintahkan kepada pendidik untuk melatih anak agar disiplin dan mentaati peraturan yang berlaku, apabila anak melakukan pelanggaran diberi teguran atau hukuman yang bisa membuat jera atau insyaf, akan tetapi bersifat mendidik, dalam hadist diatas bentuk hukumannya adalah pukulan.

Hukuman dalam pendidikan harus dapat menimbulkan ke insyafan dan penyesalan pada anak didik dan ia berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak menanggulangi lagi perbuatan yang serupa. Karena hukuman dalam pendidikan adalah usaha untuk memperbaiki kelakuan dan budi pekerti anak didik. Letak keberhasilan pemberian hukuman tergantung pada banyak hal, salah satunya ditentukan atau di pengaruhi oleh hubungan antara pendidik serta suasana atau ketika hukuman itu di berikan. (M. Ngalim Purwanto, 1992: 188-189).

Secara umum hukuman ini di ajukan untuk memperbaiki tingkah laku yang buruk menjadi baik, dan membuat anak menyadari dan menyesal atas perbuatan yang salah yang ia lakukan. Thomas gordon mengatakan: selain itu juga hukuman dapat mencegah timbulnya beberapa prilaku anak yang tidak dapat di terima atau membuat kekacauan. (Tomas gordon, 1996: 86).
Dalam pendidikan, hukuman bisa di terapkan apabila pemberian teladan atau nasehat sudah tidak di dengar lagi, maka waktu itu harus di adakan tindakan tegas yang dapat meletakan persoalan  di tempat yang benar, tindakan itu adalah hukuman. (salman harun, 1984: 341).
Masa anak-anak adalah masa-masa terbaik bagi suatu pendidikan akan tetapi dalam konteks kenyataannya, sebagian anak ada yang mudah di bina ada juga yang susah di bina, dari konteks inilah menurut kartini kartono pemberian hukuman akan positif sifatnya apabila pelaksanaanya berlangsung bijak dan mengandung tujuan sebagai berikut:
  • Memperbaiki individu yang bersangkutan agar menyadari kekeliruannya dan tidak akan mengulanginya lagi.
  • Melindungi pelakunya agar tidak melanjutkan pola tingkah lakunya yang menyimpang, buruk, serta tercela.
  • Melindingi masyarakat luar dari perbuatan-perbuatan yang salah (jahat, asusila, kriminal, abnormal, dsb) yang dilakukan oleh anak. (kartini kartono, 1990: 261-262).
Demikian pula yang terjadi di dalam pondok pesantren Al-arifah buntet pesantren cirebon, mengingat pentingnya sikap disiplin maka perlu diberikan peraturan dan diterapkanya hukuman dengan memberikan pengawasan yang ketat bagi para santri. Untuk keperluan tersebut dibentuk pengurus keamanan dan pendidikan yang bertugas mengawasi para santri, disamping pengurus lain juga ikut bertanggung jawab mengawasi. Pengawasan ini tidak hanya dilakukan di komplek saja melainkan juga diluar komplek pondok.
Dalam bulan kemarin data menunjukan santri yang melakukan jenis pelanggaran: tidak shlat berjamaah secara sengaja (15x), membawa HP sembunyi-sembunyi (10x), maen ps (4x),  dari pelnggaran tersebut tidak selaras dengan peraturan yang telah diterapkan dan di setujui bersama.
Berangkat dari masalah tersebut di atas penulis tertarik dengan mengangkat judul: “pengaruh metode hukuman Terhadap ketaatan santri usia 13-18 tahun Dalam pelaksanaan disiplin peraturan Pondok pesantern al-arifah buntet pesantren Cirebon”.

B. Rumusan Masalah
  1. Identifikasi Masalah
    • Wilayah Penelitian
      Wilayah penelitian dalam penelitian ini adalah Penelitian Luar Sekolah (PLS), yaitu Pengaruh pemberian hukuman terhadap ketaatan santri, di pondok pesantren Al-arifah.
    • Pendekatan Penelitian
      Pendekatan penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan pendekatan kuantitatif deskriptif yang dilakukan di Pondok Pesantren Al-Arifh Buntet Pesantren Cirebon.
    • Jenis Masalah
      Jenis masalah yang terdapat dalam penelitian ini adalah mengenai pengaruh metode  hukuman terhadap ketaatan santri dalam pelaksanaan disiplin peraturan.
    • Fokus Kajian
      Penulis fokus kajian dalam ruang lingkup penelitian untuk menghindari pembahasan masalah yang meluas, fokus kajian dalam masalah ini hanya sebatas pengaruh pemberian hukuman, ketaatan santri dan disiplin dalam tata tertib di pondok pesantren al-arifah, yang meliputi:
      • Pengaruh pemberian hukuman terhadap ketaatan santri di pondok pesantren.
      • Penerapan dan jenis hukuman di pondok pesantren. Dimana bagaiman proses penerapan hukuman terhadap pelanggaran yang dilakukan santri di pondok pesantren, dan untuk mengatahui jenis hukman yang diterapkan di pondok pesantren al-arifah butet pesantren.
      • Santri yang akan di teliti adalah santri pondok pesantren Al-arifah buntet pesantren Cirebon usia 13-18 tahun.
    • Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut diatas, maka dapat di rumuskan suatu permasalahannya adalah sebagai berikut :
  1. Bagaimana penerapanan dan jenis hukuman terhadap kasus pelanggaran di pondok pesantren al-arifah buntet pesantren Cirebon ?
  2. Seberapa besar pengaruh metode hukuman terhadap ketaatan santri di pondok pesantren al-arifah buntet pesantren Cirebon ?
  3. Seberapa besar ketaatan santri dalam mentaati pelaturan dan kedisiplinan di pondok pesantrn al-arifah buntet pesantren Cirebon ?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini diharapkan:
  1. Untuk mengetahui metode dan jenis pemberian hukuman terhadap kasus pelanggaran di pondok pesantren al-arifah buntet pesantren Cirebon.
  2. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh metode hukuman tehadap ketaatan santri di pondok pesantren al-arifah buntet pesantren Cirebon.
  3. Untuk mengetahui seberapa besar ketatan santri dalam mentaati peraturan dan kedisiplinan di pondok pesantren al-arifh buntet pesantren Cirebon.
D.  Kerangka Pemikiran
      Pondok pesantren Islam telah dikenal ke di Nusantara sejak tahun 1853, pada jaman dulu, lembaga pendidikan pondok pesantren ini lebih banyak berada di pedesaan dari pada di perkotaan, akan tetapi akhir-akhir ini pondok pesantren mulai berkembang di perkotaan dan banyak anak-anak mengikuti kegiatan di pondok pesantren. Karateristik suatu pesantren ditandai dengan adanya pondok (asrama), masjid, pengajaran dengan kitab- kitab islam yang klasik, santri dan kiai dan elemen yang terakhir itu adalah merupakan sentral dalam pondok pesantren. (Yacub.M., 1984: 62).

      Pondok pesantren apabila dilihat segi jenis pengetahuan yang diajarkan, pesantren terbagi menjadi dua macam. Pertama, Pesantren Salaf, yaitu pesantren yang mengajarkan kitab Islam klasik (kitab kuning) saja dan tidak diberikan pembelajaran pngetahuan umum. Kedua, Pesantren Khalaf, yang selain memberikan pembelajaran kitab Islam klasik, juga memberikan pengetahuan umum dengan jalan membuka sekolah umum di lingkungan dan dibawah tanggung jawab pesantren. Demikian pula yang dikemukakan oleh Bahaking Rama, bahwa dari segi aktivitas pendidikan yang dikembangkan, pesantren dapat diklasifikasi dalam beberapa tipe, yaitu; (1) Pesantren tradisional atau sering disebut pesantren salaf, yaitu pesantren yang hanya menyelenggarakan pengajian kitab dengan sistem sorogan, bandongan dan wetonan, dan tidak memberikan pengetahuan umum, dalam pesantren tradisional ini hanya memberikan pengetahuan seputar keagamaan saja melaui pengajian kitab kuning. (2) Pesantren semi modern, yaitu pesantren yang menyelenggarakan pendidikan campuran antara sistem pengajian kitab tradisional dengan madrasah formal di bawah tanggung jawab pondok pesantren dan mengadopsi kurikulum pemerintah. (3) Pesantren modern, yaitu pesantren yang menyelenggarakan pola campuran antara sistem pengajian kitab tradisonal, sistem madrasah, dan sistem sekolah umum dengan mengadopsi kurikulum pemerintah, dan biasanya pondok pesantren modern ini lebih berpaku pada penguaaan bahasa asing. (Rama Bahaking, 2003:45).
     Dari berbagai pendapat tentang istilah penamaan pesantren tersebut dapat disimpulkan bahwa pesantren adalah suatu lembaga pendidikan Islam dibawah pimpinan seorang kiai, melaui jalur non formal yang bertujuan untuk mempelajari dan mengamalkana ajaran Islam melalui pembelajaran kitab kuning dengan menekankan moral keagamaan sebagai pedoman dalam berprilaku keseharian santri.
         Di pondok pesantren banyak anak-anak menimba ilmu agama, bahkan ada yang dari luar daerah, para peserta didik itu sering kita sebut dengan santri. Adapun kata “santri”, dalam pandangan Nurcholish Madjid dapat dilihat dari dua pendapat. Pertama, pendapat yang mengatakan bahwa “santri” berasal dari perkataan “sastri”, sebuah kata dari bahasa Sanskerta yang artinya melek huruf, maksudnya adalah seseorng yang sudah bias menguasai pelajaran yang di berikan oleh gurunya di pondok pesantren.. (Madjid Nurcholish, 1977: 19).
Pendapat lain juga mengemukakan bahwa santri sesungguhnya berasal dari bahasa Jawa, yaitu dari kata “cantrik”, yang berarti seorang murid yang selalu mengikuti seorang guru kemana guru itu pergi menetap dia selalu setia dalam mendampingi gurunya.
Di pondok pesantren inilah santri dididik dan di gembleng dalam bidang agama islam, selama 24 jam selalu terkontrol dan terawasi, sehingga mereka terdidik dan mempunyai kepribadian mandiri para santri juga dididik disiplin serta dibiasakan taat dan patuh terhadap tata tertib yang telah dibuat. Di pondok pesantren santri selalu di bimbinga dan di beri arahan agar selalu disiplin dan belajar mandiri, agar menjadi seseorang yang mampu menjadi orang yang bertanggung jawab dan tidak menggantungkan dirinya pada orang lain,
 dalam Al-Quraan dijelaskan mengenai perinsip disiplin yaitu dalam Quraan surat An-nisa ayat 59:
"Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya".
       Dalam ayat juga di jealaskan bahwa seorang muslim harus selalu taat pada Allah dan Taatilah Rasul-NYA dan ulil amri diantara kita, dan ulil amri yang berapa di pondok peasntren adalah kiai dan pengurus pondok pesantren, salah satu aturan yang di terapkan di pondok pesantren yaitu diadakannya disiplin dalam mentaati peraturan bagi seluruh santri tanpa terkecuali. Ini bertujuan untuk mendidik santri supaya menjadi manusia yang betanggung jawab dan mandiri tidak selalu menggantungkan dirinya pada ornag lain, ketika adaseorang santri yang melanggar dari peraturan maka ia harus siap menerima konsekuensi yang telah disepakati bersama, tujuannya adalh membiasakan santri untuk selalu disiplin dan mentaati peraturan.

    Kata disiplin mempunyai beberapa makna menurut beberapa tokoh, menurut W.J.S. poerwadarminta dalam kamus umum bahasa Indonesia disiplin adalah “latihan batin dan watak dengan maksud agar setiap perbuatannya selalu mentaati tata tertib dan paraturan yang berlaku di wilyahnya”. (W.J.S. poerwadaminta, 1985: 245).
Menurut Oemar Hamalik disiplin yaitu: “mengikuti peraturan yang telah ditetapkan atau belajar di bawah seorang peminpin”. Sedangkan menurut soejardo disiplin adalah: “ kemampuan untuk mengendalikan diridalam bentuk tidak sesuai dan betentangan dengan sesuatu yang telah ditetapkan dan melakukan sesuatu yang mendukung dan melindungi sesuatu yang telah ditetapkan”. (soedijarto, 1999: 51).
Dari beberapa pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa, kedisiplinan itu berupa peraturan atau tata tertib yang sudah di sepakati bersama, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis harus sepenuhnya di patuhi oleh semua orang, baik itu dalam lingkungan keluarga, dilembaga atau pun di masyarakat luar.
       Kedisiplinan yang berarti ketaatan (kepatuhan) terhadap peraturan, tata tertib dan lain sebagainya merupakan suatu hal yang tidak bisa di pisahkan dari kehidupan sehari-hari. Adanya kedisiplinan, terutama dalam ruang lingkup pendidikan, akan memudahkan kelancaran segala kegiatan dankedisiplinan ini merupakan kunci dalam mencapai kesuksesan.
Mendidik dengan menanamkan kedisiplinan pada santri di pondok pesantren berfungsi sebagai pengendalian diri, menghormati dan mematuhi otoritas. Kedisiplinan pada diri santri akan terbentuk, apabila santri sudah dapat bertingkah laku sesuai dengan pola tingkahnya yang baik. Anak dikatakan telah dapat memahami arti disiplin, apabila tanpa hukuman ia sudah dapat bertingkah laku dan memilih perbuatan-perbuatan yang diharapkan padanya. (Purwanto, M. Ngalim, 1992: 188).
Santri didik untuk selalu disiplin agar dalam kehidupannya tidak ada kekacauan, kesulitan dan kerugian yang diterima orang lain atas keslahannya. Adapun tujuan disiplin menurut Hasan langgulung bahawa tujuan disiplin adalah: “menjadikan peserta didik dalam hidupnya mempunyai keteraturan dan mengikuti jalan yang sudah di tetapkan sehingga terarah dan berjalan menuju jalan yang di tuju.(Hasan langgulung, 1989: 400).
Pada dasarnya disiplin yang ada pada diri tidaklah terbentuk dengan sendidirnya, akan tetapi melaui proses, yaitu dengan melakukan suatu kegiatan (disiplin) secara berulang ulang dan konsisten sehingga terbiasa dan menjadi suatu pembiasaan, pada akhirnya akan menjadi suatau sikap atau kpribadian. Disiplin dalam pendidikan mempunyai beberapa bentuk, diantranya yaitu: disiplin waktu, disiplin belajar, dan disiplin bertingkah laku.
  1. Disiplin Waktu
    Hal yang paling mendasar dalam disiplin adalah berdisiplin dalam waktu, sebagai contoh dalam disiplin waktu dapat di temukan dalam kegiatan sehari- hari seperti halnya shalat berjamaah, itu dapat membentuk kedisiplinan santri. Untuk membiasakan hal itu perlu di bombing dan di latih. Ketika santri melanggar peraturan disiplin, maka ada konsekuensi yang ia dapatkan, yaitu sansi atau hukuman. Contohnya dalam melakukan shlat berjamaah pada awalnya di lakukan karna takut akan sangsi atau hukuman, tetapi karna sudah terbiasa maka akan menjadi kebiasaan bahakan menjadi suatu kebutuhan.
  2. Disiplin belajar
    Dengan membuat disipin belajar, santri akan memiliki kecakapan mengenai cara belajar  yang baik dan juga merupakan proses pebentukan watak yang baik pula sehingga akan mempunyai pribadi yang luhur. Jadi dengan disiplin belajar selain dapat membentuk cara belajar yang baik,disiplin belajar juga dapat membentuk kepribadian yang baik pula. Dan pondok pesantren adalah salah satu lebaga yang selalu menerapkan disiplin belajar secara intensif.
  3. Disiplin bertingkah laku
    Setelah kedua displin yang telah di bahas di atas mengenai disiplin waktu, disiplin belajar, disiplin tingkah laku juga sangat penting, yang dimaksud disiplin bertingkah laku disini adalah dsiplin dalam bersikap, dalam perkataanmaupun perbuatan yang sesuai dengan ajaran islam.
Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa kedisiplinan di pondok pesantren mempunyai beberapa indicator, yaitu:
  1. Tingkat ketaatan santri terhadap peraturan di dalam pesantren.
  2. Tingkat kepatuhan santri terhadap peraturan di dalam pesantren
  3. Tingkat kesetiaan santri terhadap pondok pesantren
  4. Tingkat keteraturan santri dalam berprilaku sebagai santri
  5. Tingkat ketertiban santri dalam memenuhi tugasnya sebagai santri
  6. Tingkat komitment santri terhadap segala konsekwen sebagai santri
  7. Tingkat konsistensi santri dalam berprilaku yang selaras dengan peraturan.
menurut M. Ngalim purwanto “hukuman adalah : penderitaan yang diberikan atau ditimbulkan dengan sengja oleh seseorang baik itu pendidik atau orang tua, sesudah anak melakukan pelanggaran, kejahatan, atau kelamahan.(M. ngalim purwanto, 1992:  85  )
dari pengertian diatas dapat di pahami bahwa hukuman adalah sesuatu yang diberikan oleh sesorang, baik itu gur, ataupu orang tua kepada anak yang dapat membuatnya menderita dengan maksud supaya dari penderitaan itu anak menyadari kesalahannya dan dapat merubahnya ke arah yang lebih baik lagi.
Dalam lingkungan pondok pesantren walaupun sudah dipantau dan diawasi selalu saja ada anak yang melakukan pealnggaran terhadap tata ertib yang berlaku, maka konsekuensi dari pelanggaran tersebut adalah teguran, sangsi ataupun hukukuman, tergantung seberapa berat pealnggaran itu.
Hal ini sependapat dengan salah seorang pemikir Islam yaitu Imam Al-Ghozali, beliau tidak sependapat kepada orang tua ataupun pendidik yang ketika anak melakukan pelanggaran pendidik atau orang tua langsung memberikan hukuman. Menurut imam Al-Ghozali hukuman adalah jalan yang paling terakhir apabila teguran, sangsi dan nasehat belum bisa mencegah anak untuk tidak melakukan pelanggaran. (Zaenuddin et. All, 1991:86).
Hukuman yang dijatuhkan kepada anak yang melakukan pelanggaran mempunyai syarat dan macamnya, karna hukuman yang edukatif bukanlah hukuman yang bersifat memojokan akan tetapi menyadarkan dan mendidik. Dalam hal ini dada beberapa ahli yang menyatakan syarat-syarat hukuman dalam mendidik.

E.  Langkah- langkah penelitian
  1. Metode Penelitian
    Pada penelitian ini digunakan metode penelitian kuantitatif korelasional. 
  2. Jenis Data
    Data dalam penelitan ini mempunyai dua jenis data, yaitu data primer dan sekunder. Yaitu sebagai berikut:
    • Data Primer
      Data Primer merupakan data yang diperoleh langsung dari sumber data asli dilokasi penelitian atau objek penelitian. Adapun dalam hal ini data primer bersumber dari keterangan pengurus pondok pesantren Al- arifah Buntet Pesantren Cirebon.
    • Data sekunder
      Sumber Data Sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber lain, yaitu dari buku-buku, skripsi atau sumber data lainnya yang berkaitan dengan pembahasan pada proposal ini, dan diharapkan sumber data sekunder ini dapat memberikan keterangan lebih mengenai permasalahan dalam proposal ini.
  3. Metode Penentuan Subjek
    Metode penentuan subjek yang dimaksud adalah menentukan dan memilih populasi subjek penelitian. Subjek penelitian adalah benda, hal atau tempat data untuk melihat variabel yang diteliti.Dalam penyusunan proposal ini peneliti memilih subjek penelitian di pondok pesantren Al-Arifah buntet pesantren Cirebon.
  4. Tekhnik Pengumpulan Data
    • Observasi
      Observasi adalah kegiatan pengamatan (pengambilan data) untuk memotret seberapa jauh efek tindakan telah mencapai sasaran (Kunandar, 2010: 143).
    • Wawancara
      Wawancara merupakan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan secara verbal kepada orang-orang yang dianggap dapat memberikan informasi atau penjelasan hal-hal yang dipandang perlu. 
    • Angket
      Angket dipakai untuk menyebutkan metode atau instrumen. Kuesioner merupakan alat pengumpulan data berbentuk pertanyaan atau pernyataan (Nasehiddien, 2011:82).
    • Dokumentasi
      Dokumentasi ini dilkakan untuk mengambil foto-foto saat penelitian.
    • Data dari Hasil Angket
      Angket atau kuesioner adalah instrumen pengumpulan data yang digunakan dalam komunikasi tak langsung. Dalam penelitian ini angket mempunyai tujuan untuk mengetahui sebrapa besar pengaruh pemberian hukuman terhadap ketaatan santri di pondok pesantren.

      Hasil angket yang disebar kemudian dilakukan analisis data dalam bentuk skala prosentase dan disajikan dalam bentuk tabel dengan menggunakan rumus yang dikemukakan oleh Anas Sudjono (2004: 43)
      P = Keterangan: P = Angka Prosentase
      F = Alternatif Jawaban
      N = Jumlah Responden
      100    = Bilangan Tetap
      Prosentase    Interpretasi
      0 % - 20 %    Sangat Lemah
      21 % - 40%    Lemah
      41 % - 60%    Cukup
      61 % - 80 %    Kuat
      81 % - 100 %    Sangat Kuat

DAFTAR PUSTAKA

Kunandar. 2010. Langkah Mudah Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: PT Rajawali Pers.

Arifin, M. 1991. Kapita Selekta Pendidikan Islam dan Umum. Jakarta: Bumi Aksara.

Qomar, Mujamil. 2002. Pesantren Dari Tranformasi Metodologi Menuju Demokratisasi Institusi, Jakarta: penerbit erlangga.

Bahaking, Rama. 2003. Jejak Pembaharuan Pendidikan Pesantren; Kajian Pesantren As’adiyah Sengkang Sulawesi Selatan. Cet. I; Jakarta: Parodatama Wiragemilang.

Muhyidin, Muhammad.  Sunan Abi Daud, (Indonesia, Maktabah Dahlan juz 1.

Arifin, M. 1991.  Kapita Selekta Pendidikan (Islam dan Umum). Jakarta: Bumi Aksara.

Madjid, Nurcholish. 1977. Bilik-bilik Pesantren; Sebuah Potret Perjalanan. Jakarta: Cet. I;Paramadina.

Purwanto, M, Ngalim. 1992.  Ilmu pendidikan Teoritis dan Praktis, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Gordon, Thomas. 1996. mengajar anak berdisiplin diri, di rumah dan di sekolah. JakartaPT. Gramedia pustaka utama.

Soedijarto. 1999. pendidikan sebagai sarana reformasi dalam upaya pembangunan  nasional. Jakarta: balai pustaka.

langgulung, Hasan. 1989.  manusia dan pendidikan, (Yogyakarta: cetakan ke-1pustakaal husna.

Fananie, R ,Zainuddin.  2010. pedoman pendidikan modern, (Jakarta, fananie center.

Zaenuddin et. All. 1991. seluk beluk pendidikan dari Al-ghazali. Jakarta: bumi aksara.

Nasehuddien, Toto Syatori. 2011. Metodologi Penelitian Sebuah Pengantar. Kuningan.

Salahudin, Anas, dkk. 2013. Pendidikan Karakter (Pendidikan Berbasisi Agama dan Budaya Bangsa). Bandung: Pustaka Setia.
Share:
Copyright © Pengembangan Layanan IT Design By Nala Sumarna - All Rights Reserved